Banda Aceh (Gema) -- Menjelang bulan Ramadhan, umat Islam harus menjauhi rezeki yang berasal dari riba. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda, rezeki riba dapat menghapuskan pahala ibadah, termasuk puasa. Jika seseorang membawa rezeki riba, ibadahnya tidak akan diterima selama 44 hari, sedangkan puasa Ramadhan nantinya hanya berlangsung selama 30 hari.
Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Ustaz Prof Dr H Muhammad Yasir Yusuf, MA menyampaikan hal itu dalam Ceramah Shubuh Masjid Raya Baiturrahman (MRB) Banda Aceh Rabu, 15 Januari 2025 bertepatan dengan 15 Rajab 1446 Hijriah.
“Kita harus memilih makanan yang tidak halal dan baik, juga yang sesuai dengan kondisi kesehatan kita,” tegasnya.
Selanjutnya, Prof Yasir menjelakan tiga hal harus diperhatikan dalam mencari rezeki, yaitu halal (sesuai dengan syariat), thaib (bermanfaat dan tidak membahayakan), dan berkah (mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat).
“Kaum Quraisy dahulu menganggap jual beli sama dengan riba, namun Allah SWT dengan tegas menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa riba diharamkan dan jual beli dihalalkan,” ungkapnya.
Menurut Prof Yasir, rrezeki yang berkah adalah rezeki yang bermanfaat bagi diri sendiri dan digunakan untuk kebaikan, seperti sedekah jariyah.
“Sebaliknya, rezeki yang tidak berkah bisa lenyap seketika atas kehendak Allah, sebagaimana contoh badai Santa Ana di Los Angeles yang menghancurkan properti bernilai miliaran dalam waktu singkat,” katanya.
Allah menyeru seluruh manusia dalam Surah Al-Baqarah Ayat 168 untuk memakan makanan yang halal dan baik yang tersedia di bumi, serta melarang mengikuti langkah-langkah setan.
“Sementara dalam Surah Al-Baqarah Ayat 172, Allah SWT hanya menyebutkan thaib (baik) tanpa menyebut halal karena seruan ditujukan kepada orang beriman yang sudah memahami pentingnya mengutamakan kehalalan rezeki,” pungkas Prof Yasir.
Kisah Ali bin Abi Thalib
Sementara itu, Ustaz Prof Dr Fauzi Saleh MA dalam ceramah Shubuh, Selasa, 14 Januari 2025 di masjid yang sama menyampaikan kisah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah, sekaligus menantu beliau karena menikahi Fatimah binti Muhammad.
Prof Fauzi menyampaikan, kehidupan Ali dan Fatimah sangat harmonis dan bahagia, meskipun keduanya menjalani kehidupan yang sangat sederhana.
“Ada seseorang yang ingin membantu keluarga Ali, tetapi Ali sangat selektif dalam menerima bantuan, bahkan hingga satu dirham. Ketika Ali meminta pandangan Rasulullah, beliau mendukung keputusan Ali. Hal ini menunjukkan betapa Ali sangat berhati-hati menjaga kehalalan rezeki untuk keluarganya,” urainya.
Prof Fauzi menjelaskan, Rasulullah sering mengunjungi rumah Ali dan Fatimah untuk melihat kedua cucu beliau, Hasan dan Husain. Saat Rasulullah datang, Fatimah selalu menyambut beliau dengan berjabat tangan dan memeluknya. Begitu pula ketika Fatimah berkunjung ke rumah Rasulullah, beliau keluar menyambut, memeluk Fatimah, membimbingnya masuk, dan menyuruhnya duduk di tempat yang telah disiapkan.
Kehidupan Ali dan Fatimah yang sederhana menjadi teladan, terutama dalam menjaga kehalalan dan kebaikan makanan yang mereka konsumsi.
Ali dikenal sebagai sosok yang kaya ilmu dan selalu memberi manfaat kepada orang lain.
Rasulullah bersabda, Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. “Kehidupan Ali dan Fatimah menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam,” ungkap Prof Fauzi. -Sayed MH/Darmawan)