Oleh: Juariah Anzib, S.Ag
Penulis Buku “Wakaf di Aceh: Tradisi, Inovasi, dan Keberkahan”
Muharram salah satu bulan yang penuh berkah dalam Islam. Ia menjadi awal penanggalan tahun Hijriah yang dimulai dari peristiwa bersejarah hijrahnya Rasulullah saw bersama kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah. Bulan ini menyimpan banyak peristiwa penting yang mengukir sejarah dan peradaban Islam.
Di bulan yang penuh kemuliaan ini, Rasulullah saw menganjurkan umatnya memperbanyak amalan kebaikan, termasuk bersedekah. Beliau bersabda, siapa saja yang melapangkan nafkah bagi keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan melapangkan rezekinya sepanjang tahun tersebut.
Dalam Pengajian Muslimah di Dayah Darul Washilin Al-Amariyah Lamtheun, Darul Imarah, Teungku Mukhtaruddin menyampaikan, ekali bersedekah pada hari Asyura, pahalanya seperti pahala orang yang tidak pernah menolak permintaan dari setiap fakir miskin.
Berbuat baik kepada satu anak yatim pada hari itu, pahalanya seperti menyantuni seluruh anak yatim yang ada. Begitu pula dengan kebaikan-kebaikan lainnya, semua akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah Swt.
Dermawan di Hari Asyura
Berkenaan dengan anjuran bersedekah ini, Teungku Syaikh Mukhtar mengisahkan cerita yang sangat menyentuh hati. Pada masa Rasulullah saw, hiduplah seorang miskin yang taat beragama. Pada tanggal 10 Muharram, ia dan keluarganya melaksanakan puasa Asyura, ibadah yang sangat dianjurkan pada hari mulia tersebut.
Menjelang berbuka puasa, lelaki miskin ini melewati toko emas milik seorang muslim kaya. Ia memohon sedikit sedekah untuk membeli makanan berbuka, namun si kaya menolaknya. Ia bahkan tetap enggan memberi walau si miskin dengan lirih berkata, “Berikan walau hanya satu dirham, aku akan mendoakanmu.” Akhirnya, si miskin pun pergi dengan hati yang pilu dan air mata yang menetes.
Tak lama kemudian, ia melewati toko emas milik seorang Yahudi. Si pedagang Yahudi yang melihat kesedihan di wajahnya bertanya, “Mengapa engkau bersedih?” Lelaki miskin itu menceritakan bahwa ia sedang berpuasa Asyura bersama keluarganya dan berharap mendapat sedekah untuk berbuka, namun tidak ada yang memberinya.
Dengan penuh empati, si pedagang Yahudi berkata, “Ambillah sepuluh dirham dariku. Jika masih kurang, akan kutambahkan lagi.” Lelaki miskin itu pun bersyukur dan menggunakan uang tersebut untuk membeli makanan berbuka bagi keluarganya.
Malam harinya, si muslim kaya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu, ia melihat surga yang indah dengan istana-istana megah. Pada setiap pintu istana tertulis nama pemiliknya. Ia mencari-cari istana miliknya, namun tak menemukannya. Hingga akhirnya ia melihat satu istana yang paling megah namun tanpa nama penghuni.
Ia bertanya kepada malaikat, “Milik siapakah istana ini?” Malaikat menjawab, “Semula istana ini milikmu, namun karena engkau enggan bersedekah kepada orang miskin yang berpuasa Asyura, maka istana ini diberikan kepada seorang Yahudi yang dengan ikhlas bersedekah sepuluh dirham.”
Betapa terkejutnya si kaya tersebut. Ia menyesal dengan sangat dalam. Keesokan harinya, ia mencari si pedagang Yahudi dan berkata, “Wahai tuan, berikan aku kesempatan menukar sedekahmu kemarin, aku akan membayar berapa pun yang engkau minta!”
Namun si Yahudi menjawab, “Tidak akan kutukar walaupun seluruh hartamu kau berikan. Ketahuilah, semalam aku mendapat hidayah melalui mimpiku dan aku telah memeluk Islam.”
Tidak ada yang bisa dilakukan si kaya kecuali menyesali perbuatannya. Ia menyaksikan sendiri si Yahudi mengucapkan syahadat, sementara dirinya hanya bisa meratapi kehilangan besar yang telah terjadi karena kekikirannya.
Hikmah dan Pelajaran
Kisah ini mengajarkan kita bahwa kesempatan berbuat baik jangan disia-siakan. Harta yang kita miliki tidak akan memberi manfaat jika hanya ditimbun, tetapi akan menjadi tabungan pahala abadi ketika dibelanjakan di jalan Allah. Terutama di hari-hari istimewa seperti Asyura, amal kebaikan akan diganjar dengan pahala berlipat ganda.
Mari manfaatkan bulan Muharram, khususnya hari Asyura, dengan memperbanyak sedekah. Tidak hanya untuk melapangkan rezeki kita sendiri, tetapi juga sebagai jalan meraih keberkahan dan kemuliaan hidup di dunia dan akhirat.