Oleh: Dr. Murni, S.Pd,I., M.Pd
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry
Hari Raya Idul Adha juga dikenal sebagai Hari Raya Qurban atau Idul Nahr (hari penyembelihan) karena perayaan Idul Adha tidak dapat dilepaskan dari kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS setelah mendapat perintah dari Allah SWT melalui mimpinya untuk menyembelih putranya Ismail AS.
Ujian maha berat ini tidak terlepas dari derajat keimanan, ketakwaan, kesabaran, dan keihklasan Nabi Ibrahim sehingga Allah SWT memberinya gelar “Khalilullah” atau kekasih Allah. Atas gelar tersebut, para malaikat mempertanyakan kepada Allah karena Nabi Ibrahim masih disibukkan dengan urusan kekayaan dan keluarganya. Untuk membuktikan ke-Maha Benaran-Nya, Allah SWT memperkenankan para malaikat untuk menguji keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim, namun kekayaan dan keluarga yang dimiliki Nabi Ibrahim tidak membuatnya lalai dari iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Sebagaimana dikisahkan dalam kitab Misykatul Anwar, Nabi Ibrahim AS memiliki kekayaan harta terutama hewan ternak. Lalu, Nabi Ibrahim ditanya oleh salah seorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” lalu Nabi Ibrahim menjawab “kepunyaan Allah SWT, tapi sampai saat ini masih milikku. Jika Allah menghendaki, maka akan aku serahkan semuanya. Jangankan hewan ternak, jika Allah menghendaki, anakku Ismail pun akan aku serahkan.”
Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, dimana Allah SWT menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia tujuh tahun, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri.
Kejadian pengorbanan itu, dijelaskan dalam al-Qur’an, Ibrahim berkata: … “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! Ismail menjawab: Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”. (QS. Ash Shaaffat, [37] ayat: 102).
Penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi secara sepihak, melainkan kedua belah pihak baik dari Nabi Ibrahim maupun Nabi Ismail. Di sanalah hakikat kehambaan benar-benar tampak, di mana Nabi Ibrahim ikhlas menerima dan melaksanakan perintah Allah SWT dan Nabi Ismail menaati perintah tersebut tanpa ada keraguan sedikitpun. Suatu teladan kehambaan yang harus ditiru setiap orang beriman.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail telah membuktikan kedua hal tersebut. Allah SWT mengabadikannya dengan menjadikan hari raya Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban dilaksanakan setiap tahun oleh umat Islam, agar semua hamba Allah setiap tahun selalu bercermin dan meneladani kisah keikhlasan Nabi Ibrahim dan ketaatan Nabi Ismail akan perintah Allah SWT.
Keikhlasan dan kesabaran Nabi Ibrahim yang begitu besar telah membuahkan hasil yang baik, sekaligus meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Apa yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Ismail patut menjadi contoh bagi kita.
Saat mereka siap melaksanakan perintah Allah, datanglah setan menggoda dengan tujuan melunturkan tekad Nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah SWT, tetapi Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat yang bulat. Nabi Ibrahim mengambil batu lalu mengucapkan, “Bismillahi Allahu Akbar” dan melempar setan tersebut. Prosesi ini diabadikan melalui ritual melempar jumrah yang dilaksanakan oleh seluruh jamaah haji sejak dahulu sampai sekarang.
Nabi Ibrahim pun memantapkan niatnya, sedangkan kesabaran Nabi Ismail pun sudah mantap, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sejenak sebelum Nabi Ibrahim AS mengayunkan pisau, Allah SWT dengan ke-Maha Kuasaan-nya membatalkan penyembelihan itu. Allah telah meridhai kesabaran dan tawakkal kedua hamba Allah ini.
Sebagai imbalan keikhlasan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai kurban sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110 “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Peristiwa spektakuler yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu disaksikan oleh Malaikat Jibril. Malaikat Jibril pun kagum, seraya mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Mendengar takbir dari Malaikat Jibril, Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar” dan disambung oleh Nabi Ismail dengan ucapan “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’
Semoga dengan kisah keikhlasan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam berkurban dapat menjadi penyemangat kehambaan yang kaffah kepada Allah SWT.
Editor: Sayed M. Husen